Trennews.co, Lampung Utara – Carut marut pengelolaan kegiatan di sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Utara (Lampura) seolah tak pernah berakhir. Belum selesai soal anggaran media mulai dari langganan surat kabar maupun media siber, termasuk dana publikasi Advertorial, kini kembali mencuat soal dugaan korupsi pengadaan baju seragam anggota DPRD setempat.
Pengadaan Jas dan baju adat yang diperuntukkan bagi 45 anggota legislatif, diduga jadi ajang KKN oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Baju seragam berupa Jas dan pakaian adat anggota DPRD setempat memang dalam pengadaannya menggunakan pihak rekanan, namun dalam prakteknya, hampir setiap anggota dewan tidak menerima dalam bentuk barang melainkan dalam bentuk uang tunai.
Rekanan yang memenangkan tender proyek pengadaan pakaian adat daerah yakni CV ANAN FAMILY GROUP yang beralamatkan di Rejosari Kotabumi dengan nilai tawaran Rp271,190 juta mengalahkan 15 peserta tender lainnya.
Belakangan diketahui oknum rekanan yang juga berprofesi sebagai Pendamping Desa (PD) inisial H alias Adil merupakan pemilik pekerjaan dengan menyewa perusahaan lokal dengan difasilitasi oleh oknum anggota DPRD Lampura inisial RA asal fraksi Partai Demokrat.
Oknum rekanan H alias Adil saat dikonfirmasi awak media mengungkapkan secara gamblang nama-nama penerima aliran dana pembuatan pakaian adat daerah yang tidak dibuatkan barangnya alias diganti dengan uang tunai dengan nominal yang bervariasi. Selain itu, dirinya juga mengatakan dalam membagikan uang kepada oknum anggota DPRD setempat menggunakan dua metode, yakni dengan cara di transfer rekening, bahkan ada sebagian uang tersebut diantarkan langsung ke kediaman unsur pimpinan DPRD Lampura.
“Jatah (pakaian) setiap anggota DPRD itu itu 5 setel (baju+celana) cuma 1 setel saja yang dibuatkan, sisanya yang 4 setel digantikan dalam bentuk uang tunai, nah duitnya itu ada yang saya anterin kerumah, ada yang di transfer ke rekening bank mereka, ada juga yang lewat stafnya. Kalau nominalnya itu bervariasi mulai dari Rp2 juta – Rp8 juta rupiah dengan memberikan cashback karena saya sudah mengeluarkan DP pembelian bahan pakaian (Tapis) dan tidak bisa dipulangkan lagi,” ungkap H kepada awak media melalui telepon selulernya, Senin, (29/05/2023).
Menurut pengakuannya kepada awak media ini, modus yang dilakukan oleh dirinya dan oknum dewan RA tersebut juga dibantu oleh salah satu Kasubag inisial DA yang diduga kuat menjadi penyambung lidah bagi beberapa anggota legislatif yang disinyalir menerima aliran dana pembuatan pakaian adat dan Jas. Bahkan oknum DA juga sempat meminjam uang kepada oknum rekanan inisial H dengan dalih pimpinannya yang berinisial AL akan Dinas Luar (DL) bersamanya.
“Kalau si DA itu betul tidak terlibat secara langsung, tapi dia yang menelpon saya dan mendesak untuk mengirimkan sejumlah uang yang telah disepakati kepada beberapa anggota DPRD disana. Dia juga pernah bahasanya pinjam duit untuk bosnya (Kabag) perjalanan dinas ke luar kota, enggak banyak sih, cuma Rp 3 juta, tapi enggak tahu juga betul atau tidak duit itu sampai ke bosnya,” beber H dalam percakapan singkat tersebut.
Dirinya juga mengakui memiliki pekerjaan selain pengadaan pakaian adat Lampung di sekretariat DPRD Kabupaten setempat. Dirinya dipercaya untuk mengerjakan pengadaan Pakaian Sipil Lengkap Dewan dan Sekretaris Dewan (Sekwan) senilai Rp184 juta rupiah dengan mekanisme penunjukan langsung (PL) tanpa lelang karena nilai pekerjaan dibawah Rp200 juta.
“Pokoknya 5 setel pakaian itu, cuma 1 yang dibuatkan pakaian jadi, sisanya berbentuk uang dan saya masih pegang semua bukti-bukti transfer ke rekening mereka (anggota legislatif) saat itu. Nanti bakal saya tagih, saya enggak mau menanggung semuanya, dan BPK-RI juga sudah tahu itu semua, sudah saya ceritakan, hanya saja kesalahan saya, tidak menyanggah hasil temuan sementara yang masih dalam bentuk Nilai Hasil Pemeriksaan (NHP) sehingga yang tertuang di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) itu nilainya tetap tidak berubah,” imbuhnya.
Sementara itu, oknum Kasubag inisial DA saat dikonfirmasi diruang kerjanya belum lama ini mengatakan dirinya tidak mengetahui sama sekali terkait dugaan korupsi pada proyek pengadaan di sekretariat tempat dirinya bekerja.
“Saya tidak tahu soal itu, PPTK pekerjaan itu bukan saya, melainkan Liza Marsal yang menjadi PPTK pengadaan pakaian adat itu, langsung saja ke beliau. Saya sudah ditunggu Sekwan mau rapat Dinda,” ujar DA singkat.
Sementara itu mantanĀ Kabag Umum Sekretariat DPRD Alifir saat dikonfirmasi melalui pesan watshasap sangat disayangkan seolah enggan berkomentar, dan diirinya tidak mau dilibatkan dalam polemik tersebut.
Terpisah, Oknum anggota DPRD inisial RA melalui kerabatnya meminta agar pemberitaan soal dugaan korupsi pengadaan pakaian adat daerah dan pakaian sipil jangan dipublikasikan. Kerabatnya mewakili oknum DPRD setempat inisial RA meminta wartawan media ini untuk mundur dan tidak perlu ditindaklanjuti soal temuan LHP BPK-RI dan proses pendistribusian jatah uang yang tidak dijadikan pakaian dikarenakan sedang menyiapkan sejumlah uang yang menjadi temuan BPK-RI selama 60 hari kedepan.
Adapun nama-nama oknum anggota DPRD Lampura yang sempat disebutkan oleh oknum rekanan tersebut ialah, W selaku Ketua DPRD, MD selaku Wakil Ketua I, DS selaku Wakil Ketua II, JS selaku Wakil Ketua III, G anggota dari fraksi Perindo, SJ mantan anggota yang sudah di PAW, H anggota fraksi PKB, JM anggota fraksi PDI-P, M anggota fraksi Partai Gerindra, HM anggota DPRD asal fraksi Partai Demokrat.
Sejumlah nama-nama yang disebutkan oleh oknum rekanan inisial H alias Adil hingga berita ini ditayangkan masih dalam proses konfirmasi dan akan diambil pernyataannya guna keberimbangan pemberitaan. (Hdr)