Trennews.co, Lampung Utara,_ Eksekutif – legislatif sepakat akan menindak lanjuti aspirasi masyarakat ketindakan pemberhentian sampai dengan penutupan. Terkait adanya dugaan tindak pidana dialami petani singkong, atas kerugian yang dialami setiap kali menjual hasil panennya di pabrik Sinar Laut (TWBP).
Sebab, berdasarkan hasil kajian, baik dinas perdagangan maupun dinas/instansi terkait lainnya telah jelas hasilnya. Yakni dua hal yang menyalahi peraturan perundang – undangan yang ada.
Pertama nozel bermasalah, lalu tera yang mengalami kerusakan segel. Sehingga akan memberi waktu, sampai dengan Senin, 21 Agustus 2023 untuk menindak lanjuti keluhan masyarakat. Khususnya mereka tergabung dalam masyarakat petani singkong disana.
“Kita memberi batas waktu, atas saran dan masukan dari masyarakat petani singkong, pemerintah, dalam hal ini dinas perdagangan, perizinan (DPMPTSP), komisi 3 dan anggota DPRD,” ujar Ketua DPRD Lampura, Wansori usai memimpin hearing terakhir terkait keluhan masyarakat petani singkong atas dugaan kecurangan dilakukan oleh Sinar Laut (TWBP), Jumat, 18 Agustus 2023.
Padahal, menurutnya, dinas perdagangan sebagai leading sektor tidak pernah diberitahu. Sehingga tidak terpantau, dan yang paling dirugikan adalah masyarakat. Sebab, selain potongan 10% mereka harus menerima kenyataan pahit dipotong timbangan, karena segelnya rusak.
“Jadi masyarakat ini sudah melalui tahapan, hingga akhirnya dipertemukan disini. Dan saat ini juga kami langsung menindaklanjuti hasil pertemuan, dengan membuat surat kepada pemerintah mengenai hasil kajian di lapangan. Maksimal 1 x 24 harus ada tindakan dari perusahaan,” terangnya.
Bila tidak, maka akan diambil tindakan tegas yakni berupa pemberhentian operasi pabrik sampai kepada penutupan. Sebab, sebagai bagian pemerintah harus berdiri tegak, apalagi kalau ada masyarakat dirugikan.
“Kebetulan saya juga ada lahan di kampung, itu tidak kurang ada 400 ton yang dijual ke pabrik ini. Sudah berapa kerugian saya, jadi saya minta disini kita sama – sama berkomitmen kalau tidak ada solusi kongkrit kepada masyarakat. Maka, ini akan ditindak lanjuti kepada pemberhentian operasi sampai ke penutupan, karena ini sudah keterlaluan,” timpal Ketua Komisi III DPRD Lampura, Emil Kartika Chandra.
Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Lampura, Hendri menegaskan bahwasanya kewenangan dalam pengawasan tera (timbangan) itu ada di dinas perdagangan. Dan mereka adalah petugas resmi, dilengkapi sertifikat.
Sehingga, bila ada kerusakan atau lainnya menyebabkan tidak bekerja dengan baik bahkan merugikan petani maka ada batas waktu melaporkan dari pihak perusahaan. Namun kenyataan dilapangan berbeda, setelah sekian lama tidak ada pemberitahuan juga.
“Sesuai aturan, yang berhak dalam mengawasi dan mekanisme tera adalah petugas dari dinas perdagangan. Aturannya jelas, kalau tidak ada pemberitahuan bagaimana akan tahu. Jadi sesuai aspirasi masyarakat tentu ini menyalahi,” tambah Hendri.
Salah satu perwakilan masyarakat petani singkong Lampura, Har sesuai hasil kesimpulan dari rapat. Bahwasanya jelas terdapat kecurangan, hingga menyebabkan kerugian kepada petani.
Sebab, mereka mengaku selama ini dibohongi dengan mekanisme yang ada di pabrik. Padahal, jelas – jelas telah menyalahi peraturan perundangan – undangan yang ada.
“Kami minta distop, atau bahkan ditutup. Bila perlu nanti dapat ditingkatkan keranah hukum, karena telah jelas ini adalah tindak pidana (curang). Menguntit berat singkong, dengan alasan tera rusak,” pungkasnya.
Sebelumnya, sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah idiom yang mungkin pas, menggambarkan masyarakat berprofesi sebagai petani di Kabupaten Lampung Utara. Khususnya mereka bergelut di sekitar pabrik, milik Sinar Laut yang berada di Kalicinta, Kecamatan Kotabumi Utara kabupaten setempat. Mulai dari Kotabumi, Abung Timur sampai ke Abung Surakarta.
Sementara dilapangan, harganya singkong tidak lebih dari Rp1.300/kilo. Dengan potongan timbangan (rafaksi), ditingkat pabrik 15%-20% dan lapak 26% – 28%.
Namun, pada prakteknya potongan timbangan tidak sampai disana. Petani harus menerima pil pahit, sebab singkong dijual ke pabrik kembali dipotong sebanya 80kg/ ton yang ditimbang.
Sementara itu, harga kebutuhan pokok bertahan tinggi. Sehingga antara pemasukan dan pengeluaran tak setimpal.
Belum lagi adanya penyelewengan diterima warga, sebab dalam satu mobil/jual dicurangi dengan 800kg oleh pabrik. Yang biasa dimuat mobil truck itu, dengan muatan 10ton.(f/a)